Atmosfir
di dalam mobil sedan berwarna hitam mengkilap itu, entah mengapa, kembali
menjadi awkward. Terukir di kedua wajah mereka bahwa
masing-masing dari mereka sibuk bergulat dengan sekelebat pikiran yang kemudian
berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan. Dan pada saat yang bersamaan, Risa
dan Wooyoung memecah keheningan dengan memanggil nama satu sama lain.
“Ya ada apa Risa?” Wooyoung
mengalah, dan mengurungkan melanjutkan kalimatnya.
“Itu… Oppa ingin mengatakan apa
tadi?” Risa berusaha mengalihkan pertanyaannya yang sebenarnya.
“Sudah, kamu duluan saja..” Wooyoung
masih mengalah.
“Baiklah, itu… sebenarnya…” Risa
masih ragu apakah ia harus menyatakan hal ini atau tidak.
“Sebenarnya apa? Oh mungkinkah itu
kamu..” Wooyoung sudah mulai menebak-nebak apa yang ingin Risa katakana. Dengan
cekatan Risa mengeluarkan sebuah long
coat berwarna hitam.
“I-ini. Ini jaketmu yang kemarin
oppa.” Dengan keragu-raguannya Risa menyerahkan jaket Wooyoung yang kemarin ia
pakai pada ‘insiden’ itu.
“Oh iya jaketku! Terimakasih banyak
ya Risa~ aku hampir saja lupa kalau jaketku masih ada di kamu hahaha” reaksi
Wooyoung membuat Risa merasa lega.
“Hehe sama-sama ya oppa! Nah
sekarang giliran oppa~”
“Ha? Giliranku? Untuk apa?” Tanya
Wooyoung pura-pura tidak tahu.
“Tadikan oppa ingin mengatakan sesuatu
juga~ Ayolah~” desak Risa yang membuat Wooyoung gugup.
“Oh itu.. aku ingin bertanya padamu.
Kau tahu, peraturan agensiku itu..” Bingo! Ternyata apa yang dipikirkan
Wooyoung sama dengan apa yang Risa pikirkan. Risa sudah mencoba mengurungkan
niatnya untuk menanyakan hal ini, tentang privasi Wooyoung yang sudah terlalu
banyak Risa ketahui dan tentang kejadian yang terjadi diantara mereka berdua
sekarang, kepada Wooyoung. Namun tanpa diduga Wooyoung juga memikirkan hal yang
sama. Kalimat Wooyoung menggantung. Suasana malam yang hening seolah ikut
mendramatisir kalimat dari Wooyoung.
“Oh soal itu… Aku mengerti kok oppa.
Sangat mengerti..” Risa berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya yang sangat
sedih karena bukan tidak mungkin Wooyoung meminta Risa untuk menghapus nomor
handphonenya dan meminta Risa seolah tak ada sesuatu yang terjadi di antara
mereka dan kembali menjadi orang-yang-saling-tak-mengenali, dengan menoleh kearah jendela. Buliran hangat
mulai mengalir di pipi Risa yang tembam. Ia berusaha menahan buliran-buliran
itu agar tidak terjatuh. Namun semakin ia bergulat dengan pikirannya yang di
lain sisi ia berfikir untuk tidak egois, semakin deras buliran-buliran hangat
itu mengalir di pipinya. Agar ia tidak ketahuan sedang menangis, ia
mengeluarkan maskernya lalu memakainya.
“Risa kamu mengapa memakai masker?
Apakah kamu sakit?” Wooyoung yang menyadari gerak-gerik Risa yang aneh
meminggirkan sedannya sejenak.
“Ah aku merasa aku sepertinya flu.
Aku tidak ingin kamu tertular oppa. Loh? Mengapa kita berhenti oppa? Apakah kau
ingin makan lagi?” Risa berpura-pura
bingung.
Wooyoung menolehkan kepalanya kearah
Risa. Sontak Risa memalingkan wajahnya dari Wooyoung dan berpura-pura bersin.
“Hatchiii!! Huah flunya sangat
cepat..” Risa gugup, suasana seperti ini membuat buliran hangat kembali
mengalir di pipi Risa.
Wooyoung menghela napasnya
dalam-dalam. Nampaknya ia menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan Risa. “Risa,
aku masih belum menyelesaikan kalimatku kan?”
“O..iya belum..” Risa menjawab
dengan lemas.
“Jadi yang ingin ku tanyakan padamu
itu.. aku… bisa mempercayaimu kan?”
Kalimat terakhir dari Wooyoung
membuat Risa terkejut dan reflex menengok kearah Wooyoung tanpa memedulikan
matanya yang sekarang sudah sembab. Wooyoung juga menolehkan kepalanya kearah
Risa sambil tersenyum. Senyum yang sangat tulus dari seorang Idol terkenal
kepada seorang fans yang hanya orang biasa. Seketika pula terkembanglah
senyuman di bibir Risa yang masih tertutupi oleh masker yang ia pakai. Senyum
yang menghilangkan segumpal rasa cemas di pikiran mereka.
“Terimakasih
oppa, terimakasih..” gumam Risa di dalam hatinya.
Sejurus kemudian, Wooyoung kembali
menyalakan mesin sedannya dan kembali melanjutkan perjalanannya untuk mengantar
Risa pulang.
***
No comments:
Post a Comment